Rajawaliborneo.com. Kayong Utara, Kalimantan Barat – Dari hasil perbandingan perusahaan kecil di Desa Pagar Mentimun, oleh LSM Tindak Indonesia dan masyarakat Desa Pelapis yang berkoordinasi dengan masyarakat di Desa Pagar Mentimun, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, ditemukan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam pembebasan lahan. Sabtu, (22/02/2025).
Pada tahap pertama, masyarakat menerima uang sebesar kurang lebih Rp53 juta per kepala keluarga. Tahap kedua, mereka mendapat kompensasi lebih dari Rp100 juta.
Baca Juga: KLHK Didesak Libatkan TNI dan Jaksa dalam Pemberantasan Ilog di Kalbar.
“Untuk warga yang berusia lebih dari lima belas tahun, mereka juga menerima uang kompensasi yang berkisar antara Rp20 juta hingga Rp30 juta,” jelas masyarakat dan pengurus Desa Pagar Mentimun.
Sementara itu, perusahaan terbesar yang beroperasi di Desa Pelapis, Pulau Penebang, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, hanya memberikan uang tali asih sebesar Rp10 juta, 15 kg beras, serta BBM beserta perlengkapan penerangan bagi masyarakat Desa Pelapis.
“Perusahaan terbesar, PT Dharma Inti Bersama (PT DIB) di Desa Pelapis, Pulau Penebang, masih menyimpan banyak ketidakterbukaan terkait dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Banyak masyarakat tidak diberi tahu mengenai isi kerangka Amdal, serta dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitar,” ungkap Taslim, warga Desa Pelapis.
Baca Juga: Renovasi Bandara Ketapang Diduga Mark Up, IWOI dan LSM TINDAK Soroti Rp 17,8 Miliar.
Rahimin, seorang nelayan dari Desa Pelapis, berharap agar masyarakat dilibatkan dalam proses penyusunan dan penyempurnaan Amdal.
“Kami ingin dilibatkan dan diberikan penjelasan mengenai kerangka Amdal dan dokumen terkait, agar kami memahami dampaknya terhadap lingkungan kami. Selama ini, kami tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan Amdal,” tegas Rahimin.
“Kami tidak ingin dibodohi oleh pihak perusahaan. Ke depannya, kami tidak mau dirugikan oleh dampak lingkungan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, kami meminta agar dilibatkan dalam pembahasan Amdal,” pungkasnya.
Baca Juga: DPD IWOI dan LSM Tindak Ketapang Desak Kejaksaan Transparan.
Di pihak lain, Supriadi meminta agar perusahaan melakukan sosialisasi terbuka mengenai kerangka Amdal dan penyusunan dokumen Amdal bersama masyarakat tanpa ada hal yang ditutup-tutupi.
“Apakah perjanjian tertulis antara pihak perusahaan dan masyarakat Desa Pelapis sudah dibuat atau belum? Atau perusahaan hanya mengutamakan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan masyarakat?” tanyanya.
Supriadi juga berharap perusahaan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Desa Pelapis dengan membuka lapangan pekerjaan dan peluang usaha bagi warga setempat.
“Jangan hanya mengutamakan orang luar karena faktor jabatan,” ujarnya.
“Banyak pejabat yang menyatakan bahwa perusahaan yang akan dibangun di Desa Pelapis, Pulau Penebang, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, adalah perusahaan terbesar di Kalimantan Barat. Namun, ironisnya, jika dibandingkan dengan perusahaan kecil di Desa Pagar Mentimun, Kecamatan Matan Hilir Selatan, justru perusahaan kecil tersebut memberikan kompensasi yang jauh lebih baik,” pungkas Supriadi.
Pewarta : Redaksi.