Rajawaliborneo.com. Benar apa yang dikatakan Icang Rahardian beberapa waktu lalu. Jika Televisi Republik Indonesia (TVRI) dalam kondisi biasa-biasa saja katakan lah secara normatif dalam kondisi normal, sungguh saya tidak tertarik untuk menerima tawaran dari teman teman jurnalis dan ada diantaranya ikatan wartawan DPR RI.
Jaringan televisi publik berskala nasional di Indonesia ini masih berstatus sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) bersama Radio Republik Indonesia (RRI), yang ditetapkan melalui Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran.
TVRI sebagai pelopor pertelevisian merupakan jaringan televisi pertama di Indonesia, mulai mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962 dan tanggal itu diperingati sebagai Hari Televisi Nasional.
TVRI juga memonopoli siaran televisi di Indonesia hingga tahun 1989 hingga manakala televisi swasta pertama Indonesia muncul, sebut saja RCTI didirikan.
TVRI saat ini mengudara di seluruh wilayah Indonesia dengan menjalankan 3 saluran televisi nasional dan 35 stasiun televisi daerah, serta didukung 361 stasiun transmisi (termasuk 129 stasiun transmisi digital) di seluruh Indonesia. Selain di televisi konvensional, siaran TVRI juga dapat ditonton melalui siaran streaming di situs resmi, aplikasi TVRI
Tentang keberadaan TVRI, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan Reuters Institute for the Study of Journalism dan Universitas Oxford pada tahun 2021, TVRI merupakan salah satu media yang paling dipercaya masyarakat Indonesia dengan skor kepercayaan mencapai 66%.
Payung Hukum Jika TVRI DI BUMN Kan
Begitu lantang dan semangatnya Icang Rahardian melontarkan gagasan agar DPR RI merubah status TVRI dari LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK menjadi Persero BUMN. Sebab menurutnya, bagaimana pun namanya BUMN harus tunduk pada negara, kalau DPR-nya tidak memayungi perubahan yang ingin dicapai.
Jika bisa disetujui TVRI menjadi perseroan, dimana pemegang saham, komisaris dan direksinya bisa leluasa membuat program tayang disertai kemandirian mencari sumber income-nya, tentu akan dapat dikelola secara profesional lantaran jelas target-nya adalah profit, seperti layaknya keberadaan TV swasta lainnya saat ini.
“Innsyaa Allah dengan berbagai aspek program-prograk yang menarik mengenai ke Indonesia-an, subcriber dan pemirsanya akan meningkat secara signifikan, sehingga durasi iklan akan melebar yang pada gilirannya semakin diminati peng-iklan.” Demikian Icang Rahardian yang digadang-gadang para jurnalis diantaranya dari ikatan wartawan Parlemen (DPR RI).
Kita tunggu perubahan aturan penyiarannya, status badan hukumnya, aturan dengan Kominfo-nya dan dengan Kementrian BUMN-nya, serta aturan main-nya yg akan ditetapkan oleh DPR seperti apa kelak.
Mengingat TVRI yang ada sungguh mubadzir, aset terdapat di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, jangkauan hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia. TV Swasta mana yang dapat menandingi? Namun sayang beribu sayang, kalau dikelola secara non profitable, sehebat apapun profesional pengelola-nya, tetap saja akan non profit alias nihil laba.
Jangan sampai pemerintah Indonesia dinilai ABAY akan amanah rakyatnya.
KH Ronggosutrisno Tahir.
Pewarta : Redaksi.