Rajawaliborneo.com. Melawi, Kalimantan Barat – Beberapa hari lalu, media melaporkan dugaan penyelewengan dalam penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 8.000 liter dari sebuah mobil tangki ke satu unit kapal motor di pantai Kecamatan Ella Hilir. Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut, menurut pengurusnya, awalnya direncanakan untuk disalurkan ke Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) di Kecamatan Serawai melalui jalur air akibat kendala alam di jalur darat.
Namun, dari pantauan lapangan, proses penyaluran ini diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pengambilan minyak dari Depot Pertamina di Sintang jelas menggunakan Delivery Order (DO), yang mencantumkan tujuan akhir distribusi BBM. Dalam DO yang ada, tujuan BBM tersebut adalah APMS Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang. Namun, di lapangan, BBM dibongkar di pantai dan dialihkan ke kapal motor air, yang mengindikasikan adanya potensi pelanggaran. Jika benar ada perubahan Nota angkutan, seharusnya dua DO diterbitkan oleh Pertamina di Depot Sintang, sesuai dengan prosedur distribusi BBM.
Selain itu, volume akhir BBM yang disalurkan juga patut dipertanyakan. Apakah 8.000 liter BBM yang diangkut dengan kapal motor air tersebut mencapai APMS Serawai dalam jumlah yang sama? Hal ini penting untuk diusut lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Dengan adanya dugaan penyalahgunaan ini, kami meminta Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kalimantan Barat untuk segera mengusut tuntas kasus ini, mengingat potensi pelanggaran Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001. Berdasarkan UU ini, distribusi BBM yang tidak sesuai prosedur dapat dikenai sanksi pidana.
Pasal 53 UU Migas menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha hilir migas tanpa izin, termasuk transportasi dan distribusi, dapat dipidana dengan penjara maksimal 3 (tiga) tahun atau denda maksimal Rp. 30 miliar.
Kami juga akan melakukan konfirmasi lebih lanjut dengan Pertamina Region Pontianak untuk menjelaskan perihal prosedur distribusi BBM subsidi pada APMS Kecamatan Serawai
Kasus ini menarik perhatian publik, terutama mengingat potensi penyalahgunaan BBM subsidi yang sangat merugikan masyarakat luas. Kami berharap langkah cepat diambil oleh pihak berwenang untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
Sanksi Berdasarkan UU Migas
1. Pasal 55 : Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dikenai sanksi pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
2. Pasal 23 : Mengatur bahwa distribusi BBM harus dilakukan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha, dan setiap pelanggaran terkait transportasi BBM wajib diusut oleh pihak berwenang sesuai hukum yang berlaku.
Kami mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan sanksi tegas dijatuhkan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada.
Pewarta : Redaksi.