Rajawaliborneo.com, Pontianak, Kalbar.
Proses hukum dugaan mafia tanah PT Bumi Indah Raya atas pemalsuan dokumen akta otentik caplok tanah milik Lili Santi Hasan, dasar diterbitkan Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) 13 Januari 2023 dari penyidik Polda Kalbar terkesan penuh drama dan tidak jelas ujung pangkalnya.
“Kami korban mafia tanah, berjuang mencari keadilan, seperti apa yang dikatakan menteri ATR/BPN memberantas mafia tanah, sampai kapan kami dizalimi orang kaya itu,” sampainya Lili Santi diatas lahan tanah Jalan Mayor Alianyang, Kubu Raya. Minggu 19/5/2024 sore.
Lahan tanah yang di caplok terletak di kawasan strategis pusat perbelanjaan modern, Gaia Mall dan Trans Mart, atau bersebelahan dan berhadapan dengan Markas Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura, Jalan Mayor Alianyang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya. Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Ia menduga tanah yang di caplok PT. Bumi Indah Raya akan dijadikan pengembang lanjutan proyek pembangunan Gaia Mall Kubu Raya, karena mereka mengklaim merampas hak tanah ini, dan tidak hanya dirinya melainkan ada beberapa tanah warga yang juga di caplok.
Diceritakan Lili Santi Hasan asal usul tanah tersebut merupakan sertifikat hak milik pada tahun 1997 atas nama Kaprawi yang dibeli oleh mendiang ayahnya pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2015 dirinya melakukan permohonan pemecahan sertifikat menjadi dua yakni SHM 43361 dan 40092.
“Almarhum ayah saya beli dari Kaprawi pada tahun 2001 dalam satu hamparan, kemudian pada tahun 2005 lahan tanah itu terbelah menjadi dua, karena adanya proyek negara yakni Jalan Trans Kalimantan yang saat ini di beri nama Jalan Mayor Alianyang, bahkan adanya proyek itu pemerintah Provinsi Kalimantan Barat membayar ganti rugi sebesar 360 Juta kepada saya,” terangnya.
Namun, anehnya pada tahun 2007 sertifikat hak pakai PT. Bumi Indah Raya (BIR) terbit diatas tanah Lili Santi Hasan dan di atas tanah yang sudah dibebaskan oleh negara di klaim juga menjadi milik BIR hak pakainya. Padahal sebelumnya tanah tersebut satu hamparan, dibelakang juga ada tanah milik masyarakat terbit pada tahun 1973.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Herman Hofi Law sekaligus Kuasa Hukum Lili Santi Hasan menyampaikan, soal pelaporan tindak pidana dengan laporan Polisi nomor: LP/B/540/XII/2022/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT, tertanggal 22 Desember 2022. Sampai dengan saat ini proses hukum terkesan sangat lamban dan mengambang.
“Sekarang sudah sampai pada tahap penyidikan, hanya satu langkah lagi untuk menentukan tersangka, ada siapa saja pihak-pihak yang terlibat di dalam pemalsuan dokumen yang menimbulkan PT. BIR mendapatkan sertifikat hak pakai,” sampainya Dr. Herman Hofi Munawar saat mendampingi Lili Santi.
Dirinya sudah memiliki data yang cukup lengkap terkait pemalsuan yang dilakukan oleh mereka untuk mengusai tanah milik kliennya Lili Santi Hasan
“Saya pikir tidak ada alasan lagi dari pihak penyidik Polda Kalbar untuk segera menetapkan tersangka dan segera dilakukan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya
Dr. Herman Hofi Munawar menjelaskan bahwa hak milik dan hak pakai oleh BIR termasuk jalan depan tanah milik Lili santi, padahal tahan itu sudah dibebaskan oleh negara sejak tahun 2005.
“Ini sudah gak masuk akal. Apalagi constatering rapport ini adalah satu landasan untuk terbitnya sertifikat hak pakai, itu landasannya. Constatering rapport yang mereka lakukan, banyak pemalsuan data yang dilakukan. Bahkan, hasil penyelidikan Polda Kalbar ada beberapa yang diminta keterangan dari BPN sendiri, bahwa pihak BPN mengakui tidak turun ke lapangan, sehingga munculah sertifikat hak pakai,” jelasnya.
Berharap kasus ini segera kelar, tidak ada alasan lagi segera penyidik Polda Kalbar tetapkan tersangka dan tidak ada alasan juga gelar perkara di pusat dilakukan di Mabes Polri seperti yang diminta oleh BIR.
“Ini suatu hal yang tidak masuk akal, boleh-boleh saja Mabes Polri mengambilalih perkara ini, kalau ada alasannya. Namun, ini tidak cukup alasan untuk bisa diambil alih oleh pihak Mabes Polri, karena proses hukum di Polda Kalbar sudah berjalan, dan itu sudah on the track, jadi tidak ada satupun alasan yang memungkinkan untuk diambil oleh Mabes Polri untuk gelar perkaranya,” tegas Dr. Herman Hofi Munawar.
Kemudian alasan selanjutnya “ketika penetapan tersangkanya harus menunggu pendapat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menentukan gelar perkara bersama, menentukan apakah ada tersangkanya, siapa dan seterusnya, ini hak sepenuhnya dari penyidik Polda Kalbar untuk menentukan tersangkanya,” ujarnya
Lanjutnya, persoalannya nanti diterima kejaksaan, apakah P21 atau P19 itu cerita lain. Kalau misalnya menurut penyidik Polda Kalbar itu sudah betul jalan ceritanya, sesuai dengan mekanisme yang ada, dan diyakini dua alat bukti minimal sudah ada, sudah wajar ditetapkan tersangkanya, dan ternyata JPU tidak ada respon misalnya, kita punya mekanisme lagi, karena kita punya Kejaksaan Agung.
“Proses Penyidikan ini sangat lamban sekali, Penyidik Polda Kalbar seolah tidak berdaya dan lemah melawan PT. BIR, kami berharap Penyidik Polda Kalbar segera menetapkan tersangka.Ujarnya”.
Dalam hal ini, Polda Kalbar tidak perlu seolah-olah takut dengan kejaksaan. Jadi, tetaplah berdiri sesuai dengan fungsi dan mekanisme masing-masing.
“Kita yakin bahwa penyidik Polda Kalbar masih punya hati nurani, kita yakin mereka masih punya kemampuan untuk bisa menentukan menegakan hukum sebagaimana yang telah diamanahkan baik dalam Perkap itu sendiri maupun di dalam hukum acara yang ada negara kita ini,” tutupnya Dr. Herman Hofi Munawar
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar
Red…