Rajawaliborneo.com. Ketapang, Kalimantan Barat – 9 Desember diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia. Dalam rangka peringatan tersebut, LSM Tindak Indonesia bersama Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Wartawan Online Indonesia (DPD IWOI) Ketapang menyampaikan laporan dugaan penyimpangan/kasus korupsi dana desa, mafia gas bersubsidi, dan mafia tanah di Desa Pelapis, Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara, kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang.
Baca Juga : Direktur PT. Cahaya Sriwijaya Abadi Ditetapkan Tersangka Korupsi.
Dugaan ini muncul karena, menurut masyarakat, dana desa selama beberapa tahun terakhir tidak terlihat penggunaannya untuk pembangunan maupun kegiatan lain. “Kami sulit mendapatkan gas 3 kg bersubsidi di desa, sementara oknum kepala desa justru dengan mudah mendapatkannya dari PT Mahalli Indo Gas tanpa izin pangkalan, lalu menjualnya dengan harga Rp40.000 hingga Rp45.000,” jelas SHM, salah satu warga Desa Pelapis, kepada awak media dan LSM Tindak Indonesia.
Baca Juga : Ketua DPW IWOI Provinsi Kalimantan Barat, Kecam Keras Pembunuhan Junaidi Anggota IWOI Empat Lawang
Hasil investigasi lapangan LSM Tindak Indonesia menemukan bahwa di desa tersebut memang ada pangkalan gas 3 kg bersubsidi, tetapi gas bersubsidi tersebut tidak jelas keberadaannya dan siapa pengelolanya. Ketika masyarakat dan kepala desa dikonfirmasi, tidak ada yang mengetahui hal ini. “Fakta ini menguatkan dugaan kami adanya mafia gas 3 kg bersubsidi yang terorganisasi dengan rapi,” ujar Adi, investigator LSM Tindak Indonesia, kepada awak media.
Sementara itu, Mustakim, Ketua DPD IWOI Kabupaten Ketapang, melaporkan adanya dugaan penyalahgunaan pembuatan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) oleh oknum kepala desa dengan luas tanah mencapai 20 hektare hingga belasan hektare. “Hasil investigasi menunjukkan bahwa tanah yang dibuatkan SPPT tersebut adalah hutan atau tanah terlantar (tanah negara),” ungkap Mustakim.
“Kami menduga kepala desa, perangkat desa, dan oknum masyarakat bernama Sumardi bersekongkol dalam menguasai tanah tersebut, yang bisa dikategorikan sebagai mafia tanah. Hal ini melanggar aturan hak tanah pertanian sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (3) Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian untuk Perorangan,” pungkas Mustakim.
Kami, LSM Tindak Indonesia dan DPD IWOI Ketapang, mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang untuk serius menangani laporan yang telah kami sampaikan.
Pewarta : SPD.