Rajawaliborneo.com. Pontianak, Kalimantan Barat – Kasus dugaan korupsi dana hibah kepada Masjid Mujahidin Pontianak kembali mencuat. Hal ini terjadi setelah beredar kabar bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat akan segera menetapkan sejumlah tersangka. Di antara mereka disebut-sebut adalah mantan Gubernur Kalbar, Sutarmidji, serta beberapa pejabat pemerintah daerah dan pihak swasta. Langkah ini diambil usai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalbar menyelesaikan audit dengan tujuan tertentu atas permintaan Kejati Kalbar. Sabtu, ( 12/04/2025).
BACA JUGA : Dugaan Penyalahgunaan Dana Hibah SMA Mujahidin, Kejati Kalbar Periksa Dua Saksi.
Audit dilakukan terhadap penggunaan dana hibah dari APBD Kalbar tahun anggaran 2019 hingga 2023, yang totalnya mencapai Rp. 22 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk operasional dan rehabilitasi Masjid Raya Mujahidin, namun diduga dialihkan untuk pembangunan gedung megah Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Mujahidin.
Dalam konferensi pers pada 9 April 2025, Kepala BPKP Kalbar, Rudy M. Harahap, menegaskan bahwa audit dilakukan secara independen, “tanpa tekanan dari pihak mana pun, termasuk Kejaksaan,” ujarnya.
Pernyataan ini sebagai respons atas tudingan dari Sutarmidji yang menyebut adanya unsur tekanan dan pemaksaan dalam proses penyelidikan, yang menurutnya bermuatan politis.
BACA JUGA : Dugaan Korupsi Hibah Mujahidin, Sutarmidji Merasa Ditekan.
Sebelumnya, Sutarmidji melontarkan kritik keras kepada Kejati Kalbar. Ia menuding adanya “kepentingan tersembunyi” dalam upaya menjadikannya tersangka. Bahkan, menurutnya, hal ini terkait dengan penolakan izin tambang oleh Dinas ESDM Kalbar, yang saat itu dipimpin oleh Syarif Kamaruzaman—juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Masjid Mujahidin.
BACA JUGA: Kejati Kalbar Tangani 12 Kasus Dugaan Korupsi.
Masih dalam keterangannya, Sutarmidji juga mengancam, “Saya akan buka rahasia institusi hukum yang saya ketahui selama menjabat, jika terus dijadikan target.” Menanggapi hal ini, pihak Kejati Kalbar memilih untuk tidak memberikan komentar lebih jauh. Kasi Penkum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, S.H.,M.H, saat dikonfirmasi menyatakan, “No comment, ikuti saja proses hukumnya.”
Hingga saat ini, sebanyak 27 saksi dan 3 orang ahli telah dimintai keterangan oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar. Fokus utama penyidikan terletak pada dugaan penyalahgunaan wewenang serta penyimpangan prosedur dalam penyaluran hibah. Dana yang seharusnya diperuntukkan bagi Masjid Mujahidin diduga dialihkan untuk pembangunan SMA Mujahidin.
Dari hasil penyidikan, ditemukan bahwa Yayasan Masjid Mujahidin dan Yayasan Pendidikan Mujahidin adalah dua entitas yang berbeda. Meski keduanya menggunakan nama “Mujahidin”, secara hukum mereka tidak memiliki hubungan struktural maupun akta pendirian yang sama. Bahkan, sertifikat tanah masjid dan gedung SMA pun berbeda.
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018, disebutkan bahwa hibah tidak boleh dialihkan dan tidak boleh diberikan secara terus menerus tiap tahun anggaran. Namun, dalam kasus ini, dana hibah diduga diberikan berturut-turut selama tiga tahun untuk pembangunan SMA, bukan untuk masjid sebagaimana tercantum dalam Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Reaksi keras Sutarmidji terhadap proses penyidikan ini menjadi sorotan publik. Banyak pihak mempertanyakan sikap defensifnya, mengingat dalam kasus lain yang melibatkan ASN Pemprov Kalbar, ia justru tidak banyak berkomentar dan membiarkan proses hukum berjalan.
Kini, masyarakat menanti langkah tegas dari Kajati Kalbar yang baru, Ahelya Abustam, S.H.M.H, dalam menuntaskan kasus ini secara transparan dan tanpa pandang bulu. Terlebih, Kejati Kalbar disebut telah melakukan ekspose perkara dan mengantongi sejumlah nama calon tersangka dalam kasus dana hibah Mujahidin tersebut. (**)
Pewarta : TIM REDAKSI.