Rajawaliborneo.com. Melawi, Kalimantan Barat – Gudang kayu milik Sumanto, yang berlokasi di Desa Kelakik, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat, diduga telah lama tidak beroperasi. Meskipun demikian, perusahaan tersebut masih memegang izin Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPPU) online. Berdasarkan pantauan di lapangan pada Rabu (16/10/2024), gudang CV Tanjung Gendut tampak kosong tanpa mesin-mesin pemotong kayu yang seharusnya tersedia dan aktif, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dok. Kondisi Gudang kayu milik Sumanto berlokasi di Desa Kelakik, Kecamatan Nanga Pinoh Mulai ambruk dan kosong.
Tidak Sesuai dengan Aturan Izin Operasional
Berdasarkan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), setiap perusahaan yang memiliki izin SIPPU harus memenuhi persyaratan, seperti adanya fasilitas operasional, termasuk gudang dan mesin-mesin penunjang industri. Undang-Undang jelas mengatur bahwa izin usaha industri hanya berlaku jika perusahaan tersebut memiliki gudang, peralatan, serta sarana dan prasarana untuk kegiatan industri, termasuk dalam pengelolaan limbah sesuai dengan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang telah mendapat persetujuan dari Badan Lingkungan Hidup.
Namun, dalam kasus CV Tanjung Gendut, gudang yang dimiliki sudah tidak beroperasi lagi selama bertahun-tahun. “Gudangnya kosong, dan mesin-mesin pemotong kayu sudah tidak ada lagi di area gudang,” ungkap salah satu sumber di lokasi. Fakta ini jelas menunjukkan pelanggaran berat terhadap aturan yang berlaku.
Dugaan Aktivitas Ilegal di Balik Izin yang Diberikan
Dugaan kuat muncul bahwa selama beberapa tahun terakhir, Sumanto tetap menjalankan aktivitas ilegal, termasuk penjualan kayu Ulin dan kayu kelas dua lainnya, dengan memanfaatkan nama CV Tanjung Gendut. “Kayu-kayu ilegal ini diduga dibiarkan beredar bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai,” tambah sumber tersebut. Hal ini menjadi sinyal kuat adanya manipulasi dan permainan di balik pemberian izin operasional oleh pihak terkait.
KLHK dan BPHL Harus Segera Bertindak
Sebelum izin SIPPU dikeluarkan, KLHK RI seharusnya melakukan kroscek yang lebih mendalam untuk memastikan bahwa perusahaan yang mengajukan izin benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam kasus CV Tanjung Gendut, dugaan pelanggaran ini harusnya segera memicu tindakan tegas dari pihak berwenang.
“KLHK dan KPH diharapkan segera mencabut izin SIPPU online CV Tanjung Gendut, karena perusahaan ini jelas-jelas sudah melanggar aturan dan merugikan negara, baik dari segi pajak maupun tata kelola perizinan,” tegas seorang aktivis lingkungan. Selain itu, Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) juga harus terlibat aktif dalam pengawasan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran serius.
Publik berharap agar ada tindakan cepat dan tegas dari KLHK serta BPHL untuk menghentikan kegiatan ilegal yang mengancam lingkungan dan merugikan negara. Jika dibiarkan, praktik ini akan terus mencoreng penegakan hukum di sektor kehutanan dan memperparah kerusakan hutan di Indonesia.
Pewarta : Tim/Redaksi.