Rajawaliborneo.com. Pontianak, Kalimantan Barat – Sengketa tanah di Jl. Parit Derabak, Desa Parit Baru, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya kembali memanas. Dr. Herman Hof, kuasa hukum dari William Andrean Bianto, menuding adanya pemalsuan Surat Pernyataan Tanah (SPT) tahun 2021 atas nama Madiri, yang dijadikan dasar pengaduan balik terhadap kliennya.Rabu 4 September 2024.

Kasus ini, bermula ketika William Andrean Bianto, pemilik sah tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 1314, hendak memulai pembangunan di atas lahannya pada akhir tahun 2021. Tanah tersebut telah diakui secara resmi oleh Kantor ATR/BPN Kabupaten Kubu Raya. Namun, rencana tersebut terhambat setelah Madiri, yang mengklaim sebagai ahli waris dari almarhum Ali Asmin, memagari lahan tersebut dan memasang baliho pada Januari 2022.

Merasa terganggu, William Andrean Bianto langsung melaporkan tindakan tersebut ke Polres Kubu Raya pada 31 Januari 2022. Laporan ini ditindaklanjuti oleh penyidik dari Polres Kubu Raya. Namun, tiga minggu kemudian, Madiri dengan berbekal SPT tahun 2021 yang diregister oleh Kepala Desa Parit Baru, Musa, SHI, membuat pengaduan balik yang isinya menuduh William Andrean Bianto melakukan pemalsuan atas hak kepemilikan tanah. Menurut Herman Hof, meskipun pengaduan dari kliennya memiliki dasar yang kuat berupa sertifikat resmi dari BPN, penanganan kasus ini terkesan lamban. Sebaliknya, pengaduan balik dari Madiri justru cepat ditingkatkan menjadi Laporan Polisi (LP) pada tanggal 26 April 2022, hanya dengan berbekal SPT yang diduga palsu.

Herman Hofi,  menyatakan bahwa pengaduan dari pihak kliennya, yang seharusnya mendapatkan prioritas, malah terkatung-katung selama enam bulan tanpa kejelasan. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) baru diterima oleh kliennya pada tanggal 11 Juli 2022. Sementara itu, pengaduan dari Madiri yang baru dibuat beberapa bulan setelahnya, sudah ditingkatkan menjadi laporan resmi pada bulan April 2022.

“Ini sangat janggal. Pengaduan balik dari Madiri sudah ditingkatkan menjadi LP, padahal pengaduan dari klien kami yang lebih dulu masuk belum ada kepastian hukumnya. Apakah ini sesuai dengan prosedur penanganan perkara?” ungkap Herman Hof dalam keterangannya.

Lebih lanjut, Herman Hofi mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan bukti kuat bahwa SPT tahun 2021 yang diajukan oleh Madiri adalah surat palsu. Berdasarkan percakapan via WhatsApp antara Tohir (kontraktor yang ditunjuk oleh William Andrean Bianto) dan Musa, SHI (Kepala Desa Parit Baru), terungkap bahwa surat garapan yang digunakan oleh Madiri untuk mengklaim tanah tersebut sebenarnya merujuk pada lokasi lain di Jl. Parit Sinbin, bukan di Jl. Parit Derabak seperti yang tertera dalam SPT tahun 2021.

Selain itu, Herman Hofi,  juga menyoroti perbedaan tahun pembuatan dokumen. SPT Madiri dibuat pada tahun 2021, sementara Sertifikat Hak Milik milik William Andrean Bianto telah terbit sejak tahun 2019. “Secara logika hukum, tidak mungkin surat yang lebih muda bisa membatalkan sertifikat yang lebih tua dan telah diterbitkan oleh instansi resmi,” jelasnya.

Herman Hofi juga menyinggung peran Musa, SHI, yang pada Februari 2020 sempat mengeluarkan surat keterangan untuk validasi perubahan wilayah yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 1314. Namun, setahun kemudian, Musa justru meregister SPT milik Madiri, meskipun ia sudah mengetahui bahwa tanah yang diklaim Madiri adalah milik kliennya.

Atas temuan-temuan tersebut, Herman Hof telah membuat pengaduan baru ke Polda Kalimantan Barat pada 30 Agustus 2024, terkait dugaan pemalsuan SPT tahun 2021 atas nama Madiri. Ia berharap bahwa pengaduan ini dapat segera diproses, sehingga kepastian hukum dan keadilan bagi kliennya dapat terwujud.

“Kami harap kasus ini segera diproses oleh Ditkrimum Polda Kalbar. Bukti-bukti sudah sangat jelas, dan kami tidak ingin ada pihak-pihak yang bermain-main dengan hukum,” tutup Herman Hofi.

Pewarta : JN/98

error: Content is protected !!