Rajawaliborneo.com. Pontianak, Kalimantan Barat – Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Sporc Wilayah III Kalimantan Barat berhasil menangkap sebuah Truk Dyna warna merah dengan KB 8024 MD bermuatan kayu ulin yang tidak dilengkapi dokumen resmi, di Simpang Laur Ketapang yang akan menuju ke Pontianak. Truk berwarna merah tersebut kini telah diamankan di kantor Gakkum Sporc Pontianak untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Penangkapan ini terjadi setelah tim Gakkum Sporc mendapatkan informasi mengenai pengangkutan kayu ilegal di wilayah tersebut. Sopir truk, yang diketahui bernama Jenal, mengungkapkan bahwa kayu ulin tersebut adalah milik seseorang bernama Roni. Berdasarkan pengakuan sopir truck yang di introgasi pihak penegak hukum Gakum Sporc Pontianak wilayah III, bahwa pengiriman kayu ini menggunakan nama Amang sebagai pemilik bendera untuk dijalan.

Dalam Pemeriksaan isi mobil truck berwarna merah tersebut, di dapatkan lah Kayu jenis Ulin atau Belian, dengan ukuran kayunya 8×16 , lebih kurang berjumlah ratusan Batang.

Operasi ini merupakan bagian dari upaya KLHK dalam memberantas peredaran kayu ilegal yang merusak hutan dan lingkungan. Saat ini, tim Gakkum Sporc Pontianak sedang melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap jaringan di balik perdagangan kayu ilegal ini.

Dalam hal ini Si Pemilik perusahaan perkayuan bisa terjerat Terjerat hukum karena tidak memiliki Izin dari Kehutanan Provinsi kalimantan Barat. Dari penjelasan Sopir bernama Jenal tersebut, dalam keterangan nya sudah jelas bahwa Amang yang berperan dalam penyuplai kayu ilegal (tidak meliki izin).

Amang, seorang pemilik Kayu dan untuk keamanan di jalan dalam membawa kayu tersebut selalu mengunakan nama Amang, yang mana di ketahui bahwa Amang adalah Bos Kayu besar di daerah Ketapang dan sekitarnya, yang tidak memiliki izin apapun tentang perkayuan dari Dinas Kehutanan Provinsi., baru-baru ini mendapat sorotan setelah terungkap bahwa perusahaannya beroperasi tanpa izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kasus ini mencuat ketika tim dari KLHK melakukan inspeksi mendadak dan menemukan sejumlah pelanggaran terkait izin usaha dan pengelolaan lingkungan.

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan usaha yang berdampak signifikan terhadap lingkungan wajib memiliki izin lingkungan yang sah. Berdasarkan UU tersebut, sanksi hukum bagi pelanggar bisa berupa:

1. Pidana Penjara: Pelaku usaha yang terbukti melakukan kegiatan tanpa izin dapat dikenai hukuman penjara paling lama tiga tahun.

2. Denda : Selain pidana penjara, pelanggar juga dapat dikenakan denda maksimal sebesar Rp3 miliar.

3. Penghentian Kegiatan Usaha : KLHK berwenang untuk menghentikan sementara atau secara permanen kegiatan usaha yang tidak memiliki izin lingkungan yang sah.

4. Pemulihan Lingkungan : Pelaku usaha juga diwajibkan untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan akibat dampak kegiatan usahanya yang dilakukan tanpa izin.

Di kutip dari ” Kepala KLHK, Dr. Siti Nurbaya Bakar, menyatakan bahwa pihaknya akan terus memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi regulasi. “Kami tidak akan menoleransi kegiatan usaha yang merusak lingkungan dan mengabaikan aturan. Semua pelaku usaha harus mematuhi ketentuan yang berlaku demi keberlanjutan lingkungan hidup kita,” tegasnya.

Kasus penangkapan Kayu Roni Cs (Amang) ini menjadi peringatan bagi para pengusaha di sektor perkayuan dan sektor lainnya untuk selalu memastikan bahwa semua kegiatan operasional mereka telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Investigasi lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan bahwa semua pelanggaran diusut tuntas dan diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Masyarakat diimbau untuk melaporkan kegiatan ilegal terkait sumber daya alam kepada pihak berwenang demi kelestarian hutan Indonesia.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, peraturan mengenai perizinan dan hukuman terkait kayu ilegal diatur dalam beberapa regulasi, salah satu yang utama adalah:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. UU ini mengatur tentang pencegahan, penindakan, serta hukuman bagi pelaku perusakan hutan, termasuk perdagangan kayu ilegal. Pasal-pasal yang relevan dalam UU ini menyebutkan hukuman pidana dan denda bagi pelaku kegiatan ilegal terkait dengan hutan.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini juga mengatur pengelolaan hutan dan pelestarian sumber daya hutan, serta ketentuan terkait penebangan dan perdagangan kayu. Di dalamnya terdapat ketentuan mengenai sanksi bagi pelaku perusakan hutan dan perdagangan kayu tanpa izin.

Berikut adalah beberapa pasal penting dari UU Nomor 18 Tahun 2013 yang mengatur hukuman bagi pelaku perdagangan kayu ilegal:

-Pasal 12 : Setiap orang yang melakukan kegiatan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin dari pejabat yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

-Pasal 17 : Setiap orang yang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Regulasi ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara berkelanjutan dan hukum diterapkan secara tegas untuk melindungi sumber daya alam Indonesia. (Red***)

error: Content is protected !!