Rajawaliborneo.com.Sintang, Kalimantan Barat – Saat tim media mengunjungi Desa Bonek Lama, ditemukan kondisi konstruksi jembatan yang dinilai gagal dan menimbulkan dugaan korupsi terkait pengurangan jumlah volume pekerjaan. Selasa, ( 21/05/2024).
Tim investigasi melakukan pengecekan menyeluruh pada ruas jembatan, mulai dari ujung hingga bagian bawah dan barau jembatan. Hasilnya, ditemukan indikasi pekerjaan yang dilakukan asal-asalan. Timbunan tanah yang digunakan sebagai penopang jembatan terlihat tidak stabil dan berpotensi longsor sewaktu-waktu. Selain itu, papan di bawah pondasi jembatan sudah lapuk, dan pengaman di sisi kanan dan kiri jembatan tidak ada.
Seorang warga yang melintas mengatakan, “Jembatan ini sudah beberapa kali diperbaiki, tetapi kondisinya tetap seperti ini. Saya tidak tahu berapa anggaran yang digunakan untuk perbaikan ini.”
Tim media akan berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Sintang terkait alokasi Dana Desa untuk jembatan tersebut. Mengingat kondisi jembatan yang bisa roboh sewaktu-waktu, transparansi mengenai anggaran sangat diperlukan.
Undang-Undang yang mengatur tentang Dana Desa dan sanksi bagi kepala desa yang tidak transparan dalam pengelolaan anggaran dana desa adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya.
Peraturan yang Mengatur Dana Desa: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa : Pasal 72 menyebutkan sumber pendapatan desa, termasuk Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pasal 74 menjelaskan tentang penggunaan Dana Desa yang harus diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa : Pasal 82 hingga Pasal 87 mengatur tentang pengelolaan keuangan desa, termasuk Dana Desa, serta kewajiban transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa : Menegaskan bahwa kepala desa bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan desa dan harus transparan serta akuntabel.
Sanksi bagi Kepala Desa yang Tidak Transparan: 1. Sanksi Administratif : Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, kepala desa yang tidak transparan dapat diberikan teguran oleh Bupati/Walikota.
Jika teguran tidak diindahkan, kepala desa dapat dikenai sanksi administratif lainnya seperti penundaan atau pemotongan Dana Desa. 2. Sanksi Pidana : Jika ketidaktransparanan dalam pengelolaan Dana Desa mengarah pada tindak pidana korupsi, kepala desa dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Hukuman pidana untuk korupsi bisa berupa pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar.
3. Sanksi Pemberhentian : Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, kepala desa dapat diberhentikan oleh Bupati/Walikota jika terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk tidak transparan dalam pengelolaan Dana Desa.
Penting bagi kepala desa untuk mengelola Dana Desa dengan transparan dan akuntabel agar tidak hanya menghindari sanksi tetapi juga memastikan pembangunan desa berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
Terkait pertanggung jawaban pekerjaan peningkatan jalan, operasional desa, dan inventaris desa yang fisiknya tidak ada, media akan bekerjasama dengan Pemerintah Desa untuk memastikan transparansi di Desa Lama. Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan anggaran dalam RAB Desa, laporan akan disampaikan kepada Inspektorat Kabupaten Sintang, tutup Delvin.
Pewarta : HM-D.